BeritaEkbis

Akademisi FH Unmer Malang: RUU Kejaksaan dan KUHAP Bukan Reformasi, tapi Kemunduran

Avatar photo
×

Akademisi FH Unmer Malang: RUU Kejaksaan dan KUHAP Bukan Reformasi, tapi Kemunduran

Share this article

MALANG – Seminar nasional tentang kepastian hukum yang berlaku di Indonesia khususnya tentang adanya rencana revisi RUU Kejaksaan dan UU KUHAP kembali diangkat dalam seminar nasional yang digelar di gedung Universitas Merdeka, Rabu (12/02/2025).

Dalam seminar nasional ini mengambil tema “Harmonisasi dan Sinkronisasi RUU Kejaksaan dan UU KUHAP ” dengan narasumber salah satunya Dekan Fakultas Hukum (FH) Unmer Malang, Dr. H Setiyono, SH., MH.

Seminar nasional yang dihadiri ratusan mahasiswa dari perwakilan beberapa kampus yang ada di Kota Malang. Dihadiri juga Koordinator BEM Malang Raya Moh.Nur Fazrur dan Ahmad Agus M sebagai Advokat sekaligus sebagai narasumber dalam seminar tersebut.

Dihadapan peserta seminar Dr. H Setiyono menyampaikan beberapa poin penting yang menurut dirinya adanya rencana revisi RUU Kejaksaan dan UU KUHAP akan menimbulkan kebiasaan masalah penegakan hukum di Indonesia.

Dalam beberapa hari ini saya mencari RUU Kejaksaan tahun 2023 dan akhirnya ketemu juga, kalau UU KUHAP itu sudah lama keberadaannya.

Apa yang ingin saya sampaikan kalau UU kejaksaan sebenernya sudah ada yakni UU Kejaksaan nomor 11 tahun 2021. Ternyata mau diubah atau direvisi kembali dengan RUU Kejaksaan 2023 yang mana pada tahun 2025 ini akan diajukan ke DPR RI,” ujarnya.

Perlu dikaji ulang bagaimana konsep kerja Jaksa dan Penuntut Umum dalam UU KUHAP Kejaksaan dan RUU Kejaksaan itu memiliki perbedaan, kalau konsepnya saja berbeda bagaimana cara bekerjanya aparat penegak hukum itu pasti akan menimbulkan masalah.

Sedangkan selama ini baik dari pihak kepolisian,kejaksaan, pengadilan maupun lembaga pemasyarakatan dan lain sebagainya tetap mengacu pada perundang-undangan yang berlaku selama ini.

Kalau dipaksakan dengan adanya perubahan UU Kejaksaan dan UU KUHAP Kejaksaan pasti konsep yang disampaikan Jaksa dan Penuntut Umum pasti berbeda itu yang akan menimbulkan permasalahan baru,” ucapnya.

Pasal 11 ayat 12 RUU KUHAP Kejaksaan tentang laporan masyarakat ke kepolisian kalau 14 hari tidak ditanggapi masyarakat bisa melaporkan ke kejaksaan dan kejaksaan bisa melakukan pemeriksaan atas laporan tersebut dan langsung bisa melakukan penututan.

Meskipun dalam ayat 12 Jaksa harus berkoodinasi dengan penyidik Polri ini yang akan menimbulkan permasalahan sendiri. Kalau ini dipaksa sama saya sistim penegakan hukum di Indonesia mengalami kemunduran,”tegasnya.

Bahkan, KUHAP memisahkan secara tegas antara fungsi penyidikan yang dijalankan pejabat Polri atau PNS tertentu dengan fungsi penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim yang dijalankan oleh Jaksa, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 1 dan Pasal 1 Angka 6 KUHAP.

“Jelaslah Jaksa tidak memiliki kewenangan lagi sebagai penyidik, karena KUHAP menghendaki pemisahan yang tegas antara fungsi penyidikan dan fungsi penuntutan,” ungkapnya.